Selasa, 16 Agustus 2016

Medical Story by Me, Leukimia Part

Medical Story by Me
-Leukimia, dan setumpuk sakitnya berjuang-

17 Agustus 2016
Tulisan ini gue dedikasikan utk ibu2 yg semalem gue temui, untuk perjuangan yg perih

Gue duduk di depan poli orhopedi, beberapa meter dari gue duduk, seorang ibu nyaris botak mendorong2 kursi rodanya seolah sedang jalan2 wajahnya pucat dan lemes bgt keliatannya, gue tebak pasti dia kanker, tapi gue ga tanya dan mengalihkan pandangan gue dari si ibu, dan beberapa detik kemudian si ibu sudah berada di depan gue, ngobrol lah kami.

Gue lupa apa percakapan awal kami, tapi si ibu memberikan bahasa tubuh dan mengekspresikan rasa sakit, jadi gue dekatkan telinga gue ke sumber suara, karna suara si ibu kecil banget nyaris tak terdengar.

Si ibu leukimia (kanker darah), lumpuh, putus saraf tulang belakang, tukak lambung, dan yang menyakitkan adalah bagaimana dia berobat dan ketemu dokter.

Sebelumnya si ibu berobat sama dr. Andi (nama samaran) untuk operasi tulang belakangnya, si ibu cerita sambil memegang dadanya seolah perih yg tak terobati di dada nya, "pas di meja operasi dr. Andi bilang sama saya ntar ibu jangan nuntut saya milyaran ya, saya dapet dari ibu paling 100-200ribu!"

Deg!
Hati siapa yg ga terluka ketika di ruang operasi di sodorkan kalimat seperti itu?! Gue yang denger aja mau nangis.

Sebelumnya gue pernah ketemu sama dr. Andi, penilaian gue di pertemuan pertama dia ramah, tapi gatau buruknya dia seperti apa, memang dia sempat agak menyindir dokter gue, tapi saat itu gue ga menghiraukan karna belum 'ngeh' maksud beliau. dr. Andi lah yg memberikan surat pengantar buat gue MRI.

Tapi ketika gue kembali ke rs mau ngadu karna ditolak MRI dr. Andi ga praktek.
Di rumah sakit itu ada 3 orthoped yg praktek bersamaan, gue bisa dapat siapa aja, maka jalan terakhir yg bisa gue lakukan adalah berdoa "ya Allah, siapapun dokternya pilihkan yg terbaik buat tara, apa yg tara anggap baik, blm tentu baik buat tara. Sesungguhnya engkau maha mengetahui sedang tara tidak, tara serahkan segalanya kepada mu, tara ga pernah kecewa ketika menyerahkan kepada mu, maka kali ini tara serahkan lagi, hapuslah nasib buruk untuk tara dan gantilah dengan yg baik".

And then, voila!
Gue ketemu sama dr. Soni (nama samaran) kata temen gue dr. Soni 'kejam' bkn kejam sih, tapi tegas lebih tepatnya. Tapi gue sudah terlanjur pasrah sama pilihan tuhan, ternyataaaa.... dr. Soni luar biasaaaaaaaaaa banget baik nya!

Kembali lagi ke topik si ibu
Si ibu kambuh tukak lambungnya, dia minta di rawat di rs, tapi dia di tolak! What?!
Jadi dokter menolak dengan alasan dia gabisa ngerawat penderita leukimia, sementara maksud si ibu saya bukan mau ngurusin leukimia nya tapi tukak lambungnya, akhir nya dia menggunakan dana pribadi di rumah sakit lain dan di terima (untuk bagian ini gue kurang paham).

Si ibu pernah kasih si dr. Andi uang senilai 1jt rupiah, dengan harapan si dr. Andi akan merawat si ibu dengan baik. Seharusnya orang baik ga akan bisa dibayar dengan uang, dan akhirnya dia pindah ke dr. Soni, dokter gue sekarang.

Sepanjang cerita si ibu mejelaskan betapa kecewanya beliau, betapa ingin nya beliau menyerah, betapa kesalnya "sakit banget saya, sakiiiit banget".

Abstrak banget tulisan gue kali ini, intinya adalah, beliau sakit, dan bagaimana prosedur yg harus dia lewati adalah perjuangan yg luar biasa.
Leukimia?
Lumpuh? Saraf tulang belakang putus?
Tukak lambung?
Rasanya pasti sakit, tapi semakin sakit ketika dia mendapati petugas medis yg bukannya merawat luka malah melukai hati.

Siapapun kalian, jangan mau kalah sama semangat mereka, jangan nyerah, jangan ngeluh.
Kalian belum pantas buat ngeluh.

Jumat, 05 Agustus 2016

Sudah Tiba Saatnya Untuk Sembuh

4agustus 2016, tepat 2minggu setelah gue Post Operative removal implant (re: Pasca operasi lepas pen, 22juli 2016) hari dimana luka operasi sudah bagus dan siap di lepas jaitan.

Pagi itu gue bawakan dr. Gatot roti, sekedar oleh2 ucapan Terimakasih telah membantu gue banyak sampai diluar perkiraan gue. sengaja gue bawakan dihari akhir perjumpaan gue, agar tidak canggung dia nerima hadiah dari gue, padahal sudah menumpuk rasanya keinginan gue memberikan ini dan itu untuk dr. Gatot tapi harus gue tahan, karna kalo di awal gue berobat gue sudah memberikan banyak hadiah, meski gue ikhlas tapi akan terasa 'nyogok' padahal gue berani bersumpah bahwa gue ingin memberikan banyak hal pada mereka yg sudah luar biasa baik sama gue, apalagi beliau ga pernah kurang2nya baik sama gue.

Back to the topic...
Di hari terakhir, selain gue bawakan bingkisan, gue pun sempat mengucapkan selamat tinggal, tapi rasanya lidah gue payah merangkai kata, atau terlalu tak sanggup mengucap selamat tinggal? Jadilah membuat percakapan 'nonsense'
👧: Dok... ini hari terakhir kita ya
👨: Iya... insya allah (senyum)

Rasanya seketika ingin berlinang air mata gue, meninggalkan salah satu malaikat tuhan yang tak bersayap.

Disaat gue patah tulang dan dibawa ke alternatif patah tulang...
Gue sudah nyaris putus asa pas patah tulang, karena sudah berjuang 4bln, kaki yg patah ditarik 3x artinya tiga kali juga nahan sakit saat kaki yg patah ditarik, 1bulan awal full tidur, solat-makan-minum-tidur-buang air ditempat yg sama, hasilnya? Gagal! Tau saat itu rasanya kaya apa?
Gatau lah gimana bentuk hati gue saat itu, mungkin bukan lg serpihan, tapi udah jadi partikel debu saking ancurnya.

Maka ketika tuhan pilih kan malaikatnya yg membantu gue, luar dan dalam terobati, lebih dari sekedar cukup, bahkan hingga mengobati rindu.
Ketika gue berikan roti, dia welcome banget nerima, ga dicuekin atau nolak, padahal awalnya gue takut kalau2 bingkisan gue ini bakal ditolak dan disuruh bawa pulang lagi, kenyataannya? Dia cuma nanya "ini serius buat saya (senyum)", dan senyumnya melelehkan gue seketika.
Di hari terakhir gue ini, dia cukup menyisakan banyak kenangan, dia tanyakan "kamu udah sarapan belum?", Dia juga bertanya "tadi kamu dateng kesini jam berapa?" Bahkan ketika gue baru saja masuk pintu ruang prakteknya, dia panggil lengkap nama gue "hai Diah Tara Dewi, apa kabar?" Gimana ga pengen pecah rasanya bendungan air mata gue? karna dari jauh2 hari sadar bahwa ini pertemuan terakhir sebagai dokter dan pasien.

Ada orang yg peduli meski bukan darah yg sama kaya gue. Dia pun ga pernah menyulitkan gue dalam berobat, gue sering nanya ini dan itu tapi beliau sabar jawab rasa ingin tahunya gue, seringkali dia bertanya kabar gue, dokter siapa yg merawat lutut gue, dia marah saat ada yg menyakiti gue, aaahhh... kasih tau gue, bagaimana gue bisa mengeluh saat tuhan beri banyak hal baik sama gue, salah satunya dokter yg luar biasa

Perkenalkan pemeran lain dari rumah sakit selain dr. Gatot, ada juga malaikat tak bersayap lainnya, namanya dr. Yanu, dia subspesialis hip and knee, sport Injury (spesialis orthopedi subspesialis lutut dan panggul).
Pernah suatu ketika gue datang untuk diskusi jadwal operasi, karna hari itu gue agak dipaksa datang (karna gue gamau operasi bulan puasa yg jatuh bulan juni, jadi gue disuru datang selasa 10 mei).
Ternyata gue harusnya bisa saja datang sabtu 15mei (dr. Yanu praktek selasa-sabtu) karna gue operasi tanggal 17mei, maka gue nyeletuk "wah.... harusnya aku bisa dong dateng sabtu aja, hari ini kan harusnya aku wisuda hahaha"

Coba tebak respon dr. Yanu? Dia sontak kaget "kenapa kamu ga bilang?" Gue hanya diam, dia pun mengulangi lagi pertanyaannya.
Gue tercengang sama pertanyaan dr. Yanu, emang siapa gue dalam hidup dr. Yanu? Anak? Bukan, sodara? Bukan, gue ga lebih dari pasiennya doang.

Ada lagi cerita yg lain tentang dr. Yanu, gue biasa ke dokter sendiri, saat itu gue sedang ngurus informed consent (persetujuan operasi) buat operasi, ga ada angin ga ada ujan tiba2 dr. Yanu bilang "nanti operasi harus sama keluarga ya! Jangan temen atau orang lain kamu akuin keluarga" pinta nya tegas dan diulang sebagai peringatan keras buat gue.
Memang tiap kontrol, gue biasanya sendiri atau nyulik temen, sangat luar biasa jarang ditemenin keluarga.
Gue lagi2 diem, tp sedikit memberikan senyum diujung bibir, emang gue siapanya dr. Yanu? Ga cuma sekali dia peduli tentang gue, dia juga begitu menghawatirkan tentang gue, pernah suatu hari gue kontrol karna gue sibuk jadi keseringan bolos fisioterapi dan dia menggeser bangkunya yg ber-roda dan duduk berhadapan sana gue, menasehati gue dengan lembut tapi tetap tegas, maklum beliau dokter yang merangkap jadi tentara angkatan darat juga, "nanti setelah operasi removal tbw dan removal implant, kita operasi rekontruksi acl ya, nah abis itu kita fokus fisioterapi" apa respon gue? Diam, menterjemahkan dengan baik bahasa tubuhnya, ah! Andai kalian ada disana, tentu akan mudah terbaca expresinya yg begitu khawatir&peduli.
Oya... dia juga sama kaya dr. Gatot marah ketika ada yg menyakiti gue dan senantiasa meladeni banyak tanya nya gue, saking seringnya gue bertanya akhirnya gue direkomendasikan untuk membaca jurnal kedokteran, jadi jika gue lebih pintar dari beberapa tahun yang lalu, itu wajar... mereka ga cuma mengasuh gue di rumah sakit, tapi juga merangkap jadi mentor.

Entah dr. Gatot, entah dr. Yanu, nyaman banget ketemu sama mereka, rasanya kaya lagi ketemu bokap gue, mereka membawa karakter bokap gue dengan cara mereka masing2, meski posisi bokap gue tentu ga akan bisa digantikan oleh mereka atau siapapun.

Berlebihan mungkin kalo gue bilang terjalin ikatan batin sama mereka, bukan kah sudah seharusnya dokter itu peduli sama pasiennya?
Bebas gimana tanggapan kalian, alasan gue sih "gimana engga? Gue ketemu dr. Gatot dari umur gue 18th sampe sekarang udah 21th, dari yg dulu males ketemu dr. Gatot sampe sekarang malah jadi temen curhat."
Begitu juga dr. Yanu, dari yg awalnya deg2an karna takut kalo dokternya galak, maka gue doa sama tuhan "ya Allah siapapun dokternya, pilihkan yg terbaik buat tara" and voilaaaaaa... ketemu sama dr. Yanu, yg friendly abeees dan juga berujung jadi temen curhat sekaligus menggantikan peran orang tua saat di rumah sakit.
Yang jelas mereka berdua dokter bedah yang baik, yg mengantarkan gue sampai sejauh ini, dari yang tadinya macem mayat idup, hidup segan mati tak mau, dan sekarang gue merasa jauh lebih hidup seolah hidup gue benar2 baru saja dimulai.
Tuhan kasi banyak banget pelajaran ketika berjuang apa yg akan gue dapat, juga apa yg gue dapat ketika gue mampu mengikhlaskan.

Sekarang sudah tiba saatnya gue pisah sama mereka, gue udah pisah sama dr. Gatot, artinya tinggal sebentar lagi gue juga bakal pisah sama dr. Yanu.
Gue udah bisa apa sekarang? Gue udah bisa berdiri, mulai bisa berjalan dengan baik bahkan hampir bisa lari.
Bisa sampai dititik ini bukan tanpa perjuangan, jatuh-bangun-jatuh lagi-bangun lagi-jatuh lagi-bangun lagi, begitu terus beberapa tahun belakangan ini tapi ini semua terasa mudah karna tuhan mengirimkan banyak banget bantuannya yang ga pernah gue duga.

"Kalau kamu tidak punya luka, artinya kamu tidak punya pengalaman" -Tara, Mahasiswa random, Calon Dokter Bedah Jantung

Special Thanks:
- Allah SWT
- Family
- dr. Gatot Ibrahim Wijayadi, Sp.OT(k)Spine (spesialis Orthopedi dan traumatologi, konsultan/subspesialis tulang belakang)
- dr. Yanuarso, Sp.OT (spesialis orthopedi dan traumatologi, subspesialis Hip and Knee)
- anaesthetist (dr. Joan Catherina, Sp.An dan dr. Kuncoro, Sp.An)
- Suster Nia
- medics and OK Team (petugas medis dan tim ruang operasi)
- Temen yang sering gue culik buat nemenin kontrol
- semua temen
- mereka yg jenguk, doa, atau pun memberikan support
- pokoknya semuanya

Keterangan foto:
Gue
dr. Yanu
Dan suster yg gue gatau namanya siapa, kata dr. Gatot "ajak susternya ya, kan saya ga pake jas snelli (jas kedokteran)", makasi sus 😄