Sabtu, 05 September 2015

Surat untuk Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah ,SpA(K)

Gue sangat tahu mengapa gue sangat teringin menjadi dokter
Gue masih teringat pertama kali pertemuan gue dengan dokter terhebat yang pernah ada buat gue, mungkin sekitar tahun 1996, usia gue masih 2 tahun saat itu. Gue di bawa ke rumah sakit, gue ketakutan sama rumah sakit walaupun yang gue kunjungi adalah rumah sakit ibu dan anak, dekorasinya dibuat bersahabat dengan anak-anak bahkan ada taman bermain kecil di dalamnya, tepat di depan kantin rumah sakit.

Senyaman apapun tempatnya dibuat, sebagai bocah usia 2 tahun rumah sakit adalah definisi lain dari suntikan. Gue takut, tapi gue gabisa berbuat apa-apa, gue gabisa memberontak, bahkan gabisa nangis. Gue gabisa nafas, menangis hanya membuat gue semakin gabisa bernafas, karena gue divonis asma.  Tuhan menjodohkan pertemuan gue dengan Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah, Sp.A(K) dokter terhebat, dokter ter-wah buat gue, dia juga punya gelar yang panjang padahal namanya singkat, itulah yg ada di pikiran gue waktu kecil tiap kali liat papan namanya, dia adalah salah satu guru besar di FKUI, kalo dia harus keluar negri orang tua gue akan kalang kabut karena gue ga cocok dengan dokter lain, bukan ga cocok mungkin agak lama aja sembuhnya, beda sama prof. Agus baru kena stetoskopnya aja entah kenapa sudah lebih membaik nafas gue. Dimanapun prof agus praktek pasti akan di buru oleh orang tua gue, walaupun harus dini hari sekali pun.

Sejak saat itu, "hospital life" gue dimulai, seminggu bisa lebih dari 3x ke rumah sakit, untuk berobat dan terapi, Ayah gue rajin membujuk gue ke rumah sakit buat kontrol ataupun terapi, gue diiming-imingi mainan dan hal membahagiakan lainnya. semakin sering pertemuan gue dengan prof. Agus gue pun perlahan tahu ingin jadi apa gue besar nanti, gue mau jadi dokter! Prof. Agus lah inspirasi teeeeerrrbesar gue, orang yang punya pengaruh paling besar dalam peradaban gue menentukan cita-cita. Setelah gue dewasa gue juga dipertemukan dengan dr. Gatot Ibrahim Wijayadi, SpOT dokter hebat yg dihujani pujian ga kalah seru sama prof. Agus, dokter yang pernah gue taruh harapan sebagai perantara Tuhan menyembuhkan gue, dokter yang sangat punya hak menolak mengoperasi gue tapi dengan manusiawi nya dia menerima gue, dokter yang hampir bosan gue dengar pujian buat dia. Gue juga dipertemukan dengan dr. Yanuarso, SpOT dokter ramah yang juga terlalu lebat oleh pujian, dokter yang sangat murah senyumnya dan semua pasien pasti langsung menyukai kebiasaan dia. gue makin gencar memaksa diri gue untuk buru-buru mendeklarasikan diri menjadi dokter.

Tiap kali ditanya "kamu mau jadi apa?"
Gue akan dengan mantap menjawab "dokter!"
"Wuiiiihh, keren! Harus pinter tuh, mau kuliah dimana entar?"
Dengan jawaban yang sama singkatnya dengan jawaban pertama gue menjawab "UI"
"Wuiiiihhh, mau jadi dokter apa? Dokter anak kaya prof agus?"
Gue akan mulai kebingungan jika pertanyaan sudah sampai disini "bukan"
"Terus apa? Dokter umum?"
"Bukan"

Setelah beranjak dewasa, gue tahu sekarang gue mau jadi apa, gue mau jadi dokter bedah dada dan jantung. Gue juga harap kelak gue berhasil kuliah di FKUI prof. Agus adalah orang yang paling sangat ingin gue undang dan sangat gue harapkan kehadirannya
Prof... pasienmu sudah besar, terima kasih sudah menjadi dokter habat untuk tara, terimakasih untuk bertahun-tahun membesarkan tara di rumah sakit, prof... tara mau kaya prof agus, jadi salah satu dokter hebat, panjang umur dan sehat selalu ya prof agus supaya bisa dateng ke wisudanya tara nanti :')

"Dulu dia pasien saya, sekarang dia sudah menjadi dokter, dan dia akan menjadi dokter bedah jantung terbaik yang pernah ada".

1 komentar:

Dokter Shinta mengatakan...

Prof kesayangan mu barusan berpulang ke Rahmatullah.. innalillahi wa innailaihi rojiun...

Posting Komentar