Minggu, 13 Desember 2015

Hospital life by RSPAD Gatot Subroto, poli bedah

Kamis, 30 juli 2015, RSPAD Gatot Subroto
Gue sedang duduk di bangku ruang tunggu, jenuh gue sudah hampir membabi buta, tapi seorang pria muda dengan tubuh tegap menenangkan mata gue, tampan, tubuh yang atletis, kalau gue tebak 97% dia pasti TNI, maklum gue sedang berada di rumah sakit pusat angkatan darat, pemandangan prajurit dengan seragamnya seolah jadi biasa. Tapi pria ini tidak menggunakan seragamnya, hanya kaos hitam polos dan celana trainingnya, jadi kalau bukan tentara mungkin dia guru olahraga atau atlit.

Dia berjalan agak lambat di depan gue, mondar-mandir seperti yang pasien lain lakukan, tubuhnya gagah dan terlihat segar jadi gue tebak mungkin dia pasien patah tulang, mungkin dia memasang pen di paha yang sama seperti gue, hanya saja dia sudah lepas tongkat, persis seperti tahapan yang gue lalui, atau mungkin juga hanya pendamping pasien.
Gue berpindah duduk ke depan departemen bedah, di dalam poli sudah mulai terasa sesak, penuh dengan manusia yang tidak sabar untuk segera dipanggil namanya. 

Laki-laki itu datang lagi, beredar disekitar gue, jelas gue kehilangan fokus gue lagi, bagaimana caranya gue mengabaikan pria tampan bertubuh atletis? Itu mustahil sepertinya. 
Sepintas terlihat tangannya dibalut perban, "ah... tangannya mungkin abis pasang pen" dalam benak gue mulai menebak lagi. Beberapa saat kemudian dia berdiri di depan gue, menghentikan langkahnya dan menyempurnakan gesture tubuhnya dihadapan gue, gue coba perhatikan lukanya "astaghfirullah!" Entah apa yang terjadi dengan si tampan, yang tersisa dari balutan itu hanya sampai pergelangan tangannya saja, dia tidak punya telapak tangan, hanya benar2 sampai pergelangan saja, gue coba menatap wajahnya, tak ada dia malu untuk berjalan di depan banyak orang, ah! Gue yang dibuat malu! Berapa banyak nikmat yang tidak gue syukuri? Gue membayangkan andai berada di posisi dia, gue hanya sanggup menghela nafas.

Tidak jauh dari bangku gue duduk, seorang petugas rumah sakit meminta ibu2 untuk membawa pasien keluar dari kerumunan, "kasian pasiennya masa ditelantarin" kalimat yang sangat gue favoritkan pagi ini, gue coba mengintip apa yang terjadi, seorang perempuan pucat pasih berusaha keras bangun dari kursi roda untuk pindah berbaring di kursi panjang yang ada di depan ruang tunggu dibantu petugas rumah sakit. 
Teman gue membisikan gue "dia kena kanker getah bening ner" gue menoleh ke arah teman gue, tidak berkata apa-apa hanya saja.... dikepala gue hening.

Bagaimana mereka bisa sekuat itu sedang gue tidak? Tidak banyak mereka menampilkan ekspresi wajah mengeluh mereka, lalu Seberapa banyak gue mengeluhkan nikmat Tuhan? Berapa kali gue sangat ingin menyerah? Aaah... pikiran gue kacau

0 komentar:

Posting Komentar

seo