Rabu, 30 Maret 2016

Aku Ingin Menjadi...

Tau kenapa gue gamau kerja?
Karena gue mau jadi dokter!

Tau kenapa gue mau jadi dokter?
Rumah sakit adalah rumah kedua gue, dan ruang operasi adalah kamarnya.

Gue terlahir ga kaya anak lainnya, i mean... actually i'm normal, but gue sakit2an, sebut saja gue penderita asma.
Asma ada tingkatanya, dan untuk anak usia 2th mendapat asma kronis? Menurut lo?
Jelas gue akrab sama rumah sakit, wewangiannya ga lagi asing di hidung gue, gue ga nangis ketika di suntik, gue ga nangis ketika di terapi, gue hanya bosan... sudah lebih dari ratusan kali gue mengunjungi rumah sakit dan orang2 yg sama, berulang kali... gue bosan tapi gue bersyukur.
Karna gue asma gue harus ke rs, bolak balik-bolak balik... seolah ga ada kegiatan lain buat gue selain itu selama bertahun2 sampai gue dewasa tapi karna ini lah gue punya tujuan hidup, gue mau jadi dokter! Dan gue mau sehebat dokter gue! Andai gue ga mengalami hospital life? Entah apa tujuan hidup gue.

Ga sampai disitu, usus gue pun sobek, gue anak kecil yg nakal memang! Gue pecandu mie instan, jadilah usus gue sobek.

Ga sampai disitu, gue amandel, dan parahnya sudah kronis, dari gue masih duduk dibangku sd amandel gue sudah grade 3. Tapi amandel gue sudah di tonsilektomi alias operasi amandel, ketika gue kuliah, yups! Ketika operasi sudah tidak bisa lagi untuk ditolak.
kalau lo jadi gue... tidak kah makin tajam ambisi lo untuk jadi dokter?

Setelah gue beranjak dewasa, gue mulai berfikir untuk menyerah, gue hanya perempuan payah! Tidak pintar, tidak punya uang, masak aja gabisa, walau cuma ngupas mangga, tidak dapat dukungan meski dari kalangan keluarga, rasanya pilihan terbaik untuk gue adalah menyerah.
But.... tuhan menghantarkan gue lebih dekat dengan ruang operasi, makin... makiiiiin dekat, deretan dokter bedah mengingatkan gue kembali tentang ambisi gue.
Dia memang hebat, dia ingatkan gue bahwa mengapa gue menyerah jika gue bahkan belum berjuang, dia ingat kan gue bahwa urusan bisa atau tidak gue untuk melampauinya itu adalah urusan-Nya, yg jadi urusan gue adalah berdoa dan berusaha, Dia hebatkan jalan2 gue.

Entah jadi apa gue nanti, gumpalan nasi lembek, atau setiap pulang harus mimisan sambil jalan terkeok-keok, gue sudah tidak lagi perduli, bukan kah gue pernah jatuh dan bangun diruang operasi? Sekarang gantian, gue yang jadi panitia.
Sama hal nya seperti mencari jodoh, jadi dokter bedah pun harus memantaskan, dan menjadi dokter bedah adalah pilihan gue.

Bukan kah... dimata manusia gue tidak layak menjadi seorang pekerja? Kalau mau kerja harus tes MCU alias Medical Check-Up alias tes kesehatan, atas rentetan sakit gue, meski kaki gue nanti sudah pulih 100% bukan kah gue akan tetap ditolak? Gue penderita asma kronis, onderdil dalam tubuh gue beberapa bahkan sudah tidak orisinil lagi.

Dan rumah sakit adalah satu-satunya tempat terbaik buat gue untuk menghabisi umur gue dengan penuh rasa syukur yg takkan bisa tergantikan, bahwa Tuhan masih menyediakan tempat yg baik untuk gue.

Gue sih terserah Tuhan bagaimana hasilnya nanti, hanya saja kali ini gue tidak akan lagi menyerah sebelum gue memperjuangkan apapun. untuk apapun hasilnya nanti, berhasil atau gagal, biarlah Tuhan menjadi sandaran semua harapan gue, karena gue tau betul dia ga pernah menghianati hambanya, pilihan yang ada hanyalah berhasil atau lebih baik, jauuuuuuhhhh lebih baik, seharga yg pantas untuk semua usaha gue. Berhasil tembus kedokteran pun bukan kabar yg baik buat gue, pendidikan kedokteran artinya seperti membunuh diri gue sendiri (re: membunuh anak malas), jalan makin terjal, siap2 lagi jatuh-bangun, makin besar tanggung jawab, lalu kapan bahagianya? Saat lo sadar hidup lo harus di syukuri, lo sudah memulai kehidupan lo yang berbahagia.

Menjadi dokter hanyalah sebuah ambisi, tapi menjadi ahli bedah adalah sebuah komitmen -Tara, di sudut terdingin ruang OK

0 komentar:

Posting Komentar