Kamis, 31 Desember 2015

Terima kasih Cerita Hebat Sepanjang Tahunnya Tuhan

July, 30th 2015
RSPAD Gatot Subroto, Jakarta - Indonesia

Gue sudah agak lebih tenang hari ini ketibang kemarin, saat dimana gue sudah remuk menjadi leburan butiran partikel. Ya... kemarin kedatangan gue ke rumah sakit pusat angkatan darat ini ditolak untuk MRI, bodohnya gue, gue menggunakan pen di tulang gue dan bahannya stainless stell. MRI... Magnetic Resonance Image, medan magnet yg kuat tentu akan menarik pen ditulang paha gue tanpa ampun, menembus daging dan pembuluh darah, gaya tarik-menarik medan magnet seperti kerja magnet pada umumnya, ahh... merinding gue membayangkannya.

Tapi hari ini gue sedang enggan untuk cemas, gue pasrahkan untuk apapun yg terjadi hari ini, setidaknya gue sudah berjuang, apapun hasilnya nanti gue akan tetap menganut rencana tuhan lebih indah dari apa yang gue duga.

"Diah Tara Dewi masuk ke kamar 9", nama gue dipanggil setelah beberapa menit gue berdiri, senang? Tentu. Ada 3 ruang praktek dokter bedah ortopedi, kamar 7, 8, dan 9, Nama gue dipanggil diruangan yang isinya adalah seorang dokter muda dengan penampilan rapi dan cukup menarik, gue tebak mungkin dia anak residen, ketibang jadi dokter pria muda ini lebih cocok jadi pendamping hidup gue.

Sejujurnya penampilannya tidak mengambil alih imajinasi gue hari ini, meski gue tidak cemas tetap saja gue mengharapkan tetap bisa melaksanakan operasi. Gue menceritakan kendala yang gue temui pada si dokter residen ini, gue ditolak MRI karena gue punya pen, dia pun keluar ruangan dan pergi ke kamar 8. Seorang dokter dengan pakaian tentara loreng2 masuk, dari bet namanya tertulis "YANUARSO" ditulis dengan huruf kapital, "ahh! Jodoh! dokternya samaan lagi sama nadia" dia adalah seorang dokter bedah ortopedi yg pernah menangani teman tim basket gue dulu dan dia mengajukan pertanyaan ke gue, gue pun di suruh ke kasur untuk dilakukan pengecekan fisik. Dari bentuk lutut gue dia sudah bisa menebak ada salah satu ligamen lutut gue yang lepas, selesai dia melakukan pengecekan fisik di kaki gue dia pun memberikan pernyataan.

"Sebenernya ada 2 kemungkinan, pertama... kamu mau MRI jadi operasi lepas pen dulu, atau..." dokter yanu memberikan jeda pada kalimatnya, pikiran gue mulai berkecambuk "atau kamu di urut aja? Atau kamu tunggu aja entar juga sembuh sendiri? Atau... kamu gapunya harapan?" Pikiran gue mulai berfantasi nakal, atau apasih dok? Gue tetap membuat percakapan dalam hati dan terus mengamati dengan seksama kalimat dr. Yanu selanjutnya

"Atau kamu mau langsung operasi?" Tanya dokter yanu melanjuti skenario nya "langsung operasi dok!" Jawab gue tanpa ada rasa takut dengan operasi sedikit pun.

Ah... terima kasih tuhan untuk banyak cerita hebat di tahun ini, terima kasih tuhan untuk kelancaran semua operasi di tahun ini, terima kasih tuhan untuk sehatnya untuk banyak pengalamannya, terimakasih tuhan untuk nikmat iman dan islam sepanjang tahun ini, terimakasih tuhan untuk keajaiban sepanjang tahun ini.

Terimakasih tuhan untuk tahun2 terhebatnya, semua luar biasa

Minggu, 20 Desember 2015

Chunks of Diamond

Apa kabar?
Ibu kamu apa kabar? Sehat kan?
Ibu kamu pasti super mom ya?
Kalo ibu aku... hehehehe

Nyokap gue itu adalah one of the orang nyebelin yang ada di muka bumi ini, gue ga akan jelasin rentetan menyebalkannya orang yg satu ini, ga baik ngomongin kejelekan orang hehe.
Tapi pada intinya orang ini sangat menyebalkan, gue kadang kalo marah pengen banget ngebentak orang ini, tapi dulu tiap gue marah sama orang nenek gue bilang
"Jangan inget jahatnya orang aja, inget baiknya juga"
Gue jadi selalu punya alasan untuk tidak mendendam sama orang2

Bagaimana gue sanggup membentak orang yang pernah memperjuangkan kehidupan gue saat kematian sudah ga sabar menjemput gue?
Semarah apapun gue, mantra nenek gue selalu mampu menghentikan niat jahat gue.

Dia memang sosok yang menyebalkan, tapi saat gue sedang menghadapi fase krisis antara hidup dan mati, dia adalah sosok yang... apa ya? Susah di definisikan, pokoknya dia wanita hebat.

Gue teringat saat gue sudah mulai membaik dari fase krisis, saat itu gue pasca kecelakaan dan mengalami cedera otak berat, beberapa dampaknya adalah gue rajin mengamuk, depersonalisasi disorder dan amnesia.
Saat itu kondisi gue memang sudah membaik, nyokap gue hendak pulang karna masih ada urusan yang harus diselesaikan, dia izin nanti malam untuk pulang tapi gue tidak mengizinkannya.

Malam belum datang tapi gue sudah sedari tadi membujuk dia untuk tidak pulang, entah alasan apa kenapa gue saat itu sangat ingin banyak yg menemani gue, gue ingin mengobrol banyak, gue ingin mendengar dan di dengar, seolah gue habis melakukan perjalanan hebat dan sangat ingin gue ceritakan.

Tapi memang kondisinya dia benar2 tidak bisa untuk tetap tinggal, dia harus pulang dan ini kesekian kalinya dalam minggu itu gue mengamuk, gue pun menangis dan membuang muka gue, gue masih sangat ingat rasa kesalnya waktu itu, gue menatap ke tembok berusaha mengacuhkan dia dan berlinang air mata gue, dia mengusap kening gue dan di ciuminya wajah gue berkali-kali. Air matanya berjatuhan di wajah gue, sesekali dia mencium gue sambil menghirup dari hidungnya dan dia bilang "umi sayang sama tara, umi sayang" dia terus mengusap kening gue, air mata gue kian berlinang.

Gue dalam keadaan sadar, tapi efek cedera otak yang gue alami detik itu gue seolah baru bangun. Gue terdiam beberapa detik, tanpa kata hanya air mata. Gue tidak lagi bersih keras menahan dia, pada akhirnya gue merelakan dia pulang saat itu gue merasa jauh lebih tenang.

Adalagi sudut pandang seru yang gue tonton di acara reality show di tv tentang gambaran seorang ibu. seorang nenek dan cucu perempuannya, kira2 usianya mungkin kisaran 10-12 tahun, mereka naik kereta, si pembawa acara menanyakan tujuan mereka berdua, dan adegan sedih pun dimulai.

Si pembawa acara menanyakan siapa gadis kecil disampingnya, gadis itu... apa ya kata yg sopan, intinya dia mengalami kelainan, jadi cacat bawaan. Lalu si nenek bilang kalo itu cucunya, si pembawa acara menanyakan dimana ibunya, jeng... jeng... jeng... jeeeeengg...
si nenek menceritakan bahwa si ibu gadis ini tidak mengakui dia anaknya. Jadilah dengan sukarela si nenek ini merawatnya, si pembawa acara dan si nenek ini pun menceritakan panjang lebar tentang gadis ini.

Si pembawa acara menanyakan
"Ibu kan baju nya kaya gini ya, kan sering naik KRL pernah ga dikira pengemis?" Si nenek pun menjawab
"Pernah pas waktu itu ada bapa2 dgn baju parlente dan dia bilang 'bu kalo mau ngemis jangan sekarang'".
Gue gatau mau komentar apa, tapi pasti rasanya lebih dari sakit, paling tidak itu yang di isyratkan oleh si nenek lewat wajahnya.
Ini menjadi pelajaran kecil buat gue, orang kecil ga selalu kecil, sebagian dari mereka punya hati yang lebih besar dari semesta, wanita yg mengandung kita memang ibu biologis kita, tapi yang merawat dan membesarkan kita adalah ibu yang luar biasa. Jangan pandang orang karena dia siapa, tapi genggam mereka karna kita sesama makhluk tuhan, merendahlah dan jangan peduli dinilai apa sama orang nantinya, kamu gabutuh penilaian mereka kamu hidup karna kasih sayang dan nikmat tuhan.

Ketika lo di hina, bukankah lo juga pasti sakit tar? lo pengen nyumpahin? biarin tar, lain kali biarkan langit yang membalas, ketika tuhan sudah membalas, adzab dia lebih pedih daripada hinaan mereka.

Dan di akhir cerita si nenek sampai di stasiun tujuan, si nenek pun berkemas-kemas dan menyiapkan kain untuk menggendong cucu nya.
Bisa bayangkan? Cucunya bukan lagi anak kecil, dan nenek itu bukan lagi perempuan muda, cucunya akan terus tumbuh dan kian berat sedangkan si nenek akan kian menua dan makin rapuh.
Gue berjalan menggunakan kedua tongkat, padahal gue masih muda dan yang gue tumpu adalah beban tubuh gue sendiri, gue bukan main sering kelelahan. Kesimpulan yg gue dapati lagi, kala lo ngerasa beban lo terlalu berat untuk di pikul, ada orang yg bebannya lebih berat daripada lo, coba bayangin lo mengangkat beban orang lain yg lebih berat daripada lo, mereka tidak mengeluh, lantas... lo bisa memberi jaminan lo juga tidak akan mengeluh?

Kekuatan terbesar ada dalam diri kita, mengeluh hanya membantu menambah beban kita berkali-kali lipat, mungkin kita bukan orang yang pintar bersyukur tapi kita harus belajar mensyukuri segala hal yang kita punya.

"Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah." -Ibnu Mas’ud

Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat ^^

Salam ya buat keluarga kamu~

Selasa, 15 Desember 2015

Congraduation

Teman2 yang sudah resmi menyandang gelar sarjana...
entah SE, ST, SKed, SPsi, SH, apapun lah gelar yang bikin hari wisuda kalian adalah momen sumringah kalian dan kian menyumbang rasa bangga orang tua kalian.

Maaf...
berkali-kali teman gue wisuda gue tidak datang, mungkin diantara kalian ada yang tahu alasannya, bahkan mungkin diantara kalian ada yang berfikir "ga tau diri! Waktu lo sakit gue jenguk! Giliran gue wisuda ga dateng"
Gue ga akan marah kalau kalian mau marah, gue akan sangat mengerti dan memaklumi.
Tapi ada perasaan yang harus gue jaga, dan itu perasaan gue sendiri, diluar ketidak mampuan gue untuk datang karna kaki gue untuk kali ini aja gue mikirin perasaan gue, untuk kali ini aja gue tidak berpura-pura dan menutupi rasa kecewa dan sedih gue.

Memang gue harusnya dewasa menyikapi hal sepele seperti ini, dan ada baiknya tidak membesar-besarkannya, tapi sifat gue terlalu kekanak-kanakan ketika sudah menyentuh bagian sensitif dalam hati gue.

Gue cukup hebat tidak menangis saat kalian di wisuda, saat rektor menggeser tali rumbai-rumbai dari kiri ke kanan. Tapi gue tidak berani menatap foto wisuda kalian, kalian tampak bahagia dan orang tua kalian sepertinya bangga. Gue juga tidak cukup punya nyali bahkan untuk sekedar mengucapkan "selamat".

Ya... gue memang kekanak-kanakan, saat cita-cita gue tertunda, gue kalang kabut, bisa saja besok atau mungkin hari ini usia gue berakhir, lalu kapan gue menunjukan pada diri gue jika gue mampu mewujudkan sesuatu yang sudah gue pupuk puluhan tahun?

Cita-cita ini pernah dibunuh oleh ayah gue, cita-cita ini gue kubur, namun kenyataannya bahkan bumi tidak menerimanya untuk mati. beberapa waktu belakangan ini tuhan bongkar lagi cita-cita gue yang pernah gue kubur hidup2 ini, kini dia bangkit lagi dan kian menggebu, gue bisa apa? Tak mungkin lagi gue kubur, sudah kepalang tanggung, mengapa tidak gue wujudkan saja? Urusan berhasil atau gagal tuhan yang menentukan, jangan kalian tambah cemooh.

Setidaknya semoga tulisan ini mampu meluluhkan hati kalian agar bisa memaklumi kerapuhan gue. Dunia bukan tidak adil, hanya mereka mengistimewakan masing2 insan dengan cara yang tak pernah sama.

Semoga ranah kalian ke depannya lebih baik lagi, semoga ilmu yang sudah kalian pelajari bermanfaat, semoga rasa malas kalian tidak jadi alasan kalian mengeluh, semoga kalian mampu menaklukan masa depan kalian dan bukan ditaklukan, semoga yang terbaik selalu teranugrahi untuk jejeran makhluk yang baik.
Dan semoga di masa yang akan datang, kita bertemu membawa kesuksesan.

-Selamat dan Sukses, Sahabat-

Minggu, 13 Desember 2015

Hospital life by RSPAD Gatot Subroto, poli bedah

Kamis, 30 juli 2015, RSPAD Gatot Subroto
Gue sedang duduk di bangku ruang tunggu, jenuh gue sudah hampir membabi buta, tapi seorang pria muda dengan tubuh tegap menenangkan mata gue, tampan, tubuh yang atletis, kalau gue tebak 97% dia pasti TNI, maklum gue sedang berada di rumah sakit pusat angkatan darat, pemandangan prajurit dengan seragamnya seolah jadi biasa. Tapi pria ini tidak menggunakan seragamnya, hanya kaos hitam polos dan celana trainingnya, jadi kalau bukan tentara mungkin dia guru olahraga atau atlit.

Dia berjalan agak lambat di depan gue, mondar-mandir seperti yang pasien lain lakukan, tubuhnya gagah dan terlihat segar jadi gue tebak mungkin dia pasien patah tulang, mungkin dia memasang pen di paha yang sama seperti gue, hanya saja dia sudah lepas tongkat, persis seperti tahapan yang gue lalui, atau mungkin juga hanya pendamping pasien.
Gue berpindah duduk ke depan departemen bedah, di dalam poli sudah mulai terasa sesak, penuh dengan manusia yang tidak sabar untuk segera dipanggil namanya. 

Laki-laki itu datang lagi, beredar disekitar gue, jelas gue kehilangan fokus gue lagi, bagaimana caranya gue mengabaikan pria tampan bertubuh atletis? Itu mustahil sepertinya. 
Sepintas terlihat tangannya dibalut perban, "ah... tangannya mungkin abis pasang pen" dalam benak gue mulai menebak lagi. Beberapa saat kemudian dia berdiri di depan gue, menghentikan langkahnya dan menyempurnakan gesture tubuhnya dihadapan gue, gue coba perhatikan lukanya "astaghfirullah!" Entah apa yang terjadi dengan si tampan, yang tersisa dari balutan itu hanya sampai pergelangan tangannya saja, dia tidak punya telapak tangan, hanya benar2 sampai pergelangan saja, gue coba menatap wajahnya, tak ada dia malu untuk berjalan di depan banyak orang, ah! Gue yang dibuat malu! Berapa banyak nikmat yang tidak gue syukuri? Gue membayangkan andai berada di posisi dia, gue hanya sanggup menghela nafas.

Tidak jauh dari bangku gue duduk, seorang petugas rumah sakit meminta ibu2 untuk membawa pasien keluar dari kerumunan, "kasian pasiennya masa ditelantarin" kalimat yang sangat gue favoritkan pagi ini, gue coba mengintip apa yang terjadi, seorang perempuan pucat pasih berusaha keras bangun dari kursi roda untuk pindah berbaring di kursi panjang yang ada di depan ruang tunggu dibantu petugas rumah sakit. 
Teman gue membisikan gue "dia kena kanker getah bening ner" gue menoleh ke arah teman gue, tidak berkata apa-apa hanya saja.... dikepala gue hening.

Bagaimana mereka bisa sekuat itu sedang gue tidak? Tidak banyak mereka menampilkan ekspresi wajah mengeluh mereka, lalu Seberapa banyak gue mengeluhkan nikmat Tuhan? Berapa kali gue sangat ingin menyerah? Aaah... pikiran gue kacau