July, 30th 2015
RSPAD Gatot Subroto, Jakarta - Indonesia
Gue sudah agak lebih tenang hari ini ketibang kemarin, saat dimana gue sudah remuk menjadi leburan butiran partikel. Ya... kemarin kedatangan gue ke rumah sakit pusat angkatan darat ini ditolak untuk MRI, bodohnya gue, gue menggunakan pen di tulang gue dan bahannya stainless stell. MRI... Magnetic Resonance Image, medan magnet yg kuat tentu akan menarik pen ditulang paha gue tanpa ampun, menembus daging dan pembuluh darah, gaya tarik-menarik medan magnet seperti kerja magnet pada umumnya, ahh... merinding gue membayangkannya.
Tapi hari ini gue sedang enggan untuk cemas, gue pasrahkan untuk apapun yg terjadi hari ini, setidaknya gue sudah berjuang, apapun hasilnya nanti gue akan tetap menganut rencana tuhan lebih indah dari apa yang gue duga.
"Diah Tara Dewi masuk ke kamar 9", nama gue dipanggil setelah beberapa menit gue berdiri, senang? Tentu. Ada 3 ruang praktek dokter bedah ortopedi, kamar 7, 8, dan 9, Nama gue dipanggil diruangan yang isinya adalah seorang dokter muda dengan penampilan rapi dan cukup menarik, gue tebak mungkin dia anak residen, ketibang jadi dokter pria muda ini lebih cocok jadi pendamping hidup gue.
Sejujurnya penampilannya tidak mengambil alih imajinasi gue hari ini, meski gue tidak cemas tetap saja gue mengharapkan tetap bisa melaksanakan operasi. Gue menceritakan kendala yang gue temui pada si dokter residen ini, gue ditolak MRI karena gue punya pen, dia pun keluar ruangan dan pergi ke kamar 8. Seorang dokter dengan pakaian tentara loreng2 masuk, dari bet namanya tertulis "YANUARSO" ditulis dengan huruf kapital, "ahh! Jodoh! dokternya samaan lagi sama nadia" dia adalah seorang dokter bedah ortopedi yg pernah menangani teman tim basket gue dulu dan dia mengajukan pertanyaan ke gue, gue pun di suruh ke kasur untuk dilakukan pengecekan fisik. Dari bentuk lutut gue dia sudah bisa menebak ada salah satu ligamen lutut gue yang lepas, selesai dia melakukan pengecekan fisik di kaki gue dia pun memberikan pernyataan.
"Sebenernya ada 2 kemungkinan, pertama... kamu mau MRI jadi operasi lepas pen dulu, atau..." dokter yanu memberikan jeda pada kalimatnya, pikiran gue mulai berkecambuk "atau kamu di urut aja? Atau kamu tunggu aja entar juga sembuh sendiri? Atau... kamu gapunya harapan?" Pikiran gue mulai berfantasi nakal, atau apasih dok? Gue tetap membuat percakapan dalam hati dan terus mengamati dengan seksama kalimat dr. Yanu selanjutnya
"Atau kamu mau langsung operasi?" Tanya dokter yanu melanjuti skenario nya "langsung operasi dok!" Jawab gue tanpa ada rasa takut dengan operasi sedikit pun.
Ah... terima kasih tuhan untuk banyak cerita hebat di tahun ini, terima kasih tuhan untuk kelancaran semua operasi di tahun ini, terima kasih tuhan untuk sehatnya untuk banyak pengalamannya, terimakasih tuhan untuk nikmat iman dan islam sepanjang tahun ini, terimakasih tuhan untuk keajaiban sepanjang tahun ini.
Terimakasih tuhan untuk tahun2 terhebatnya, semua luar biasa